Halo semua ayo berkunjung ke blog saya yang lain nya ya BLOG ISLAM ANDROID   BINUNG APA JUDUL BUAT YG INI  SILAHKAN DATENG YAAA

Rabu, 21 Desember 2011

Hukum Memandang dan Berjabat Tangan dengan Selain Mahram

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia, maka tentunya Allah pun telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bagaimana hukum yang berlaku bagi laki-laki dan wanita yang tidak semahram dalam memandang dan berjabat tangan. Olehnya kita simak uraian dalil Al-Qur`an dan Sunnah tentang masalah ini, agar hati kita tenang dan dapat mengamalkannya sesuai dengan perintah agama.
Hukum Memandang Selain Mahram
Dalil dari Al-Qur`an
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangannya.’.” [ An- Nur: 31 ]
Ayat ini menunjukkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada wanita-wanita mu’minah untuk menundukkan pandangannya dari apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah haramkan, maka jangan mereka memandang kecuali apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah halalkan baginya.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah, “Kebanyakan para ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang haramnya wanita memandang laki-laki selain mahramnya, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.” ( Tafsir Ibnu Katsir 3/345).
Berkata Imam Al-Qurthuby rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan perintah menundukkan pandangan sebelum perintah menjaga kemaluan, karena pandangan adalah pancaran hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan wanita-wanita mu’minah untuk menundukkan pandangannya dari hal-hal yang tidak halal. Oleh karena itu, tidak halal bagi wanita-wanita mu’minah untuk memandang laki-laki selain mahramnya.” ( Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an 2/227).
Berkata Imam Asy-Syaukany rahimahullah, “Ayat ini menunjukkan haramnya bagi wanita memandang kepada selain mahramnya.” ( Tafsir Fathul Qadir 4/32).
Berkata Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullah, “Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang hal-hal yang dilarang, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dia mengetahui khianatnya (pandangan) mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” [ Ghafir: 19 ]
Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan memandang hal-hal yang dilarang.”
Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah berkata, “Makna dari ayat (31 surah An-Nur) adalah memandang hal yang dilarang, karena hal itu merupakan penghianatan mata dalam memandang.” ( Adhwa` Al-Bayan 9/190).
Dalil-Dalil dari Sunnah
Pertama , dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ قَالُوْا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Berhati-hatilah kalian dari duduk di jalan-jalan, mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada apa-apanya (bahayanya) dari majelis-majelis yang kami berbicara di dalamnya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menjawab, ‘Apabila kalian tidak mau kecuali harus bermajelis maka berikanlah bagi jalanan haknya,’ mereka bertanya, ‘Dan apa haknya?’ Rasulullah menjawab, ‘Menundukkan pandangan, menahan diri dari mengganggu, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi mungkar.’.”
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bary (11/11), “Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melarang duduk di jalan, hal ini untuk menjaga timbulnya penyakit hati dan fitnah dari memandang laki-laki ataupun wanita selain mahramnya.”
Berkata Syamsuddin Al-‘Azhim Al-Abady sebagaimana dalam ‘Aunul Ma’bud (13/168), “Ghadhdhul bashar ‘menundukkan pandangan’ yaitu menahan pandangan dari melihat yang diharamkan.”
Kedua , dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya.”
Imam Bukhary, dalam menjelaskan hadits ini, menyatakan bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya dapat berzina, sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah bab bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya dapat berzina.
Al-Hafizh Ibnu Hajar telah menukil dari Ibnu Baththal bahwa beliau berkata, “Mata, mulut, dan hati dinyatakan berzina karena asal sesungguhnya dari zina kemaluan itu adalah memandang kepada hal-hal yang haram.” ( Fathul Bary 11/26).
Maka dari pernyataan ini menunjukkan bahwa hukum memandang kepada selain mahram adalah haram karena memandang adalah wasilah ‘jalan’ yang mengantar kita untuk berbuat zina kemaluan yang hal itu termasuk dosa besar.
Ketiga ,dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
يَتَحَقَّقُ رَجُلٌ مِنْ جُحْرٍ فِيْ حُجَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَمَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مدري يحك به رأسه فقال لو أعلم أنك تنظر لطعنت به في عينك إنما جعل الاستئذان من أجل البصر
“Seseorang dari satu celah mengamati kamar-kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ada sisir yang beliau menggaruk kepalanya, maka beliau berkata, ‘Sekiranya saya tahu engkau memandang (ke kamarku) maka akan kutusukkan sisir ini ke matamu. Sesungguhnya diberlakukannya meminta izin itu karena alasan pandangan.’.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini menunjukkan disyariatkannya meminta izin disebabkan oleh hal memandang, dan adapun larangan memandang ke dalam rumah orang tanpa memberitahu pemiliknya karena dikhawatirkan ia akan melihat hal-hal yang haram.” ( Fathul Bary 11/221).
Keempat ,dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِيْ
“Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tentang memandang secara tiba-tiba, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memberi perintah kepadaku, ‘Palingkanlah pandanganmu.’.” (diriwayatkan oleh Muslim).
Syaikh Salim Al-Hilaly hafizhahullah berkata, “Hadits ini menjelaskan bahwa tidak ada dosa pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba (tidak disengaja), akan tetapi wajib untuk memalingkan pandangan berikutnya, karena hal itu sudah merupakan dosa.” ( Bahjatun Nazhirin 3/146).
Imam An-Nawawy mengatakan, “Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu, pada pandangan pertama, maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya, maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.” ( Syarh Shahih Muslim 4/197).
Pendapat Para Ulama
Dari uraian dalil Al-Qur`an dan Sunnah di atas, menunjukkan bahwa hukum memandang kepada selain mahram adalah haram. Tidak terjadi khilaf di antara para ulama akan hal itu.
Al-Imam An-Nawawy telah menukil kesepakatan para ulama tentang haramnya memandang kepada selain mahram dengan syahwat. ( Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawy 6/262).
Adapun khusus wanita bila memandang dengan tanpa syahwat maka terjadi perselisihan pendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir -nya, “Kebanyakan para ulama menyatakan haram bagi wanita memandang selain mahramnya, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat, dan sebagian lagi dari mereka menyatakan bahwa haram wanita memandang dengan syahwat, adapun tanpa syahwat maka hal itu boleh.” ( Tafsir Ibnu Katsir 3/354).
Adapun dalil pendapat Jumhur ulama yang menyatakan haram memandang secara mutlak adalah:
Pertama , Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman agar hendaknya mereka menundukkan pandangannya”. [ An- Nur: 31 ]
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini merupakan dalil akan haramnya wanita memandang kepada selain mahram. ( Tafsir Ibnu Katsir 3/345).
Berkata Muhammad Ibnu Yusuf Al-Andalusy dalam Tafsir -nya ( Tafsirul Bahrul Muhit 6/411), dan Imam Asy-Syaukany ( Fathul Qadir 4/32), “Bahwa surah An-Nur ayat 31 ini sebagai taukid ‘penguat’ ayat sebelumnya, yaitu An-Nur ayat 30, bahwa hukum laki-laki memandang kepada selain mahram adalah haram secara mutlak, maka begitupun hukum wanita memandang kepada selain mahram adalah haram secara mutlak pula.”
Kedua , hadits Ummu Salamah,
كُنْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَيْمُوْنَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ احْتَجِبَا مِنْهُ فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَفَعُمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ
“Saya pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan Maimunah ada di sisinya, maka datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan pada saat itu kami telah diperintah untuk berhijab, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata, ‘Berhijablah kalian darinya!’ Maka kami mengatakan, ‘Bukankah Ibnu Ummi Maktum buta, tidak melihat dan tidak mengenal kami?’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata, ‘Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihatnya?’.”
Diriwayatkan olehAbu Daud no. 4112, At-Tirmidzy no. 2778, An-Nasa`i dalam Al-Kubra no. 9241, Ahmad 6/296, Abu Ya’la dalam Musnad -nya no. 6922, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 5575-5576, Al-Baihaqy 7/91, Ath-Thabarany 23/no. 678, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat 8/175,178, Al-Khatib Al-Baghdady dalam Tarikh -nya 3/17-18, 8/338, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 19/155.
Tetapi ada kelemahan di dalam hadits ini, yaitu seorang rawi yang bernama Nabhan maula Ummu Salamah. Ia adalah seorang rawi yang majhul. Karena itu, hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 1806.
Imam An-Nawawy berkata, “ Ada dua pendapat dalam masalah hukum wanita memandang tanpa dengan syahwat, dan yang rajih dalam masalah ini adalah haram, berdasarkan dalil surah An-Nur ayat 31. dan dalil yang paling kuat dalam masalah ini adalah hadits Ummi Salamah dan beliau(?) berkata bahwa haditsnya hasan.”
(Lihat Syarh Muslim oleh An-Nawawy 6/262)
Adapun dalil yang digunakan oleh orang-orang yang membolehkan wanita memandang kepada selain mahram tanpa syahwat adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْمُ عَلَى بَابِ حُجْرَتِيْ وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُوْنَ بِحِرَابِهِمْ فِيْ مَسْجِدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِوَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِيْ بِرِدَائِهِ لِكَيْ أَنْظُرُ إِلَى لَعْبِهِمْ
“Saya melihat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam di pintu kamarku, sedang orang-orang Habasyah bermain di dalam masjid Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. (Beliau pun) menghijabiku dengan rida`-nya supaya saya dapat melihat permainan mereka.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)
Akan tetapi, tidak ada pendalilan (alasan) bagi mereka, dalam hadits ini, untuk membolehkan memandang kepada laki-laki yang bukan mahram tanpa syahwat. Penjelasan hal tersebut sebagai berikut.
Berkata Imam An-Nawawy ( Syarh Muslim 6/262), “Adapun hadits yang menceritakan tentang ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha melihat orang-orang Habasyah bermain di dalam masjid memiliki beberapa kemungkinan, antara lain saat itu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha belum mencapai masa baligh.”
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar ( Al-Fath 2/445), “Dalam hadits ‘Aisyah tersebut, kemungkinan saat itu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha hanya bermaksud melihat permainan mereka, bukan wajah dan badan mereka, dan bila ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sampai melihat mereka maka hal itu terjadi secara tiba-tiba, dan tentunya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha akan memalingkan pandangannya setelah itu.”
Kemungkinan lainnya, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha melihat orang-orang Habasyah bermain di dalam masjid dari jarak jauh, karena dalam hadits itu diceritakan bahwa ‘Aisyah berada dalam kamarnya, sedangkan orang-orang Habasyah bermain di dalam masjid. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India